Pada hakekatnya
indepedensi dan kemandirian hakim dibatasi oleh rambu-rambu tertentu, sehingga
dalam konferensi Internastional Commisioan of Jurists dikatakan bahwa Indepedence doesn’t mean that the judge is
entitled to act in an arbitrary manner yang perlu diperhatikan dalam
implementasi kebebasan itu adalah terutama aturan-aturan hukum itu sendiri.
Hakim adalah subordinated pada hukum
dan tidak dapat bertindak contra legem.
Kebebasan dan indepedensi tersebut diikat pula dengan seutas tali kutang yang
disebut pertanggungjawaban atau akuntanbilitas yang kedua hal tersebut
indepedensi dan akuntanbilitas pada dasarnya seperti romeo dan juliet. Karena
pada dasarnya tidak ada kebebasan mutlak tanpa tanggung jawab, dengan kata lain
independency of judiciary haruslah
diimbangi dengan pasanganya yaitu judicia
accountability. Dan yang perlu disadari adalah social accountanbility yaitu
pertanggungjawaban pada masyarakat karena pada dasarnya tugas-tugas peradilan
maupun badan-badan kehakiman adalah melaksanakan public service dibidang keadilan bagi masyarakat yang mencari keadilan.
Penilaian
mengenai putusan hakim yang bertanggung jawab dapat dicocokkan dengan tingkat
kepuasan masyarakat selaku pemberi
kebebasan sosial dengan menimbang apakah putusan hakim itu telah memenuhi rasa
keadilan atas kebebasan sosial yang dilanggar oleh orang yang dikenai putusan
tersebut. Dan seorang hakim akan mampu memuaskan tuntutan itu sejauh ia
menggunakan kebebasan eksistensialnya dalam membuat keputusan memperhitungkan
objektivitas tindakan, bukan dengan menebar kegantenganya karena pada dasarnya
tidak semua laki-laki itu homo berarti tidak semua laki-laki suka dengan orang
ganteng. Objektivitas seorang hakim hanya dimiliki ketika seorang hakim
menggunakan moral otononomnya untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab.
Pertimbangan lain
yang tentunya tak kalah penting adalah membiarkan sejenak suara hati berbicara.
Suara hati mutlak yakni bahwa tuntutanya tidak dapat ditiadakan kembali oleh
pertimbangan-pertimbangan untung rugi, kegalauan ,ditolak gebetan, oleh
pendapat orang lain dan perintah berbagai otoritas oleh tuntutan ideologi atau
perasaan kita sendiri. Disini gue mulai curiga dengan para hakim. jangan-jangan
memang benar apa yang gue pikirkan selama ini, bahwa mereka sebenarnya adalah
mutan! Bagaimana bisa manusia biasa dapat mengeluarkan suara dalam hati. Ini
aneh dan tidak logis (kesimpulan : hakim adalah mutan, dan para mutan tergabung
dalam X-men, jadi hakim adalah anggota
X-men)
Suara hati
memuat tuntutan mutlak untuk selalu bertindak baik, jujur, wajar, dan adil (menurut
Magnis-Suseno) bukan menurut gue. Dalam kerangka teori kebebasan menurut Magnis-Suseno,
bahwa seorang hakim didalam membuat keputusan harus berdasarkan pertimbangan
yang matang dengan berangkat dari kebebasan eksistensialnya yang mendapat
tempat dalam kebebasan soisal yang diberikan. Pertimbangan lanjutanya bahwa
putusan yang dibuat oleh hakim harus dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
pertimbangan tersebut hakim akan dapat menghasilkan putusan yang memuaskan
kebebasan eksistensialnya pada satu sisi, memuaskan kebebasan sosialnya, memuaskan
rasa keadilan dan memuaskan orang-orang yang merasa dipuaskan.
Tubi Kontinyued..................................................................................................................
0 komentar:
Posting Komentar