Senin, 27 Mei 2013

THE MINORITY : Potret Perayaan Hari Raya Waisak 2013 di Borobudur


Perkenalkan, gue Yosedo Pratama,gue ganteng, dan akhirnya mau nulis lagi. Waktu itu gue nerima telpon dari temen. “do,besok liburan yuk ke Borobudur, tapi loe boncengin gue ya?” seketika itu telpon langsung gue tutup. Selang 30 menit, ada yang makhluk asing telpon gue,kali ini lewat hape temen. “besok loe ikut ke Borobudur gak? Naik mobil”.gue jawab “kalo gratis ikut”. Makhluk asing jawab “halah nanti patungan 40-50rb”. Gue jawab “pikir pikir dulu”. Setelah itu telpon gue tutup. 15 detik kemudian gue sadar bahwa gue bener-bener gak tau siapa yang telpon gue tadi. 

Sekarang gue mencoba gaul,sudah meninggalkan dunia friendster dan beralih ke dunia twitter. Mungkin karena orang yang gue suka sering nge-tweet,tapi bukan itu permasalahanya,lupakan. Gue sedang baca timeline, ada temen yang lagi nge-tweet “SeP1 n1H,9aK 4dhA y9 n9Ajak1N k3 b0RobuDur” seketika langsung gue blok. gue bingung,kenapa gue bisa ngefollow spesies alay.disisi lain gue jadi ngrasa bersalah. Tidak seharusnya spesies alay dijauhi dan sudah seharusnya pemerintah menyediakan perlindungan hukum bagi spesies alay,mungkin dengan pembuatan ”suaka marga alay”.

Gue berpikir, mengapa tema hari ini Borobudur. Dan akhirnya gue tau kalau besok ternyata hari raya Waisak. Waisak  merupakan perayaan atas tiga peristiwa penting dalam agama Buddha. yaitu memperingati kelahiran, pencapaian kesempurnaan dan meninggalnya sang Budha.Tema perayaan Tri Suci Waisak tahun ini mengambil tema ‘Dengan Semangat Waisak Kita Tingkatkan Kesadaran Untuk Terus Berbuat Kebajikan’. Sedangkan Sub temanya adalah ‘Sucikan Pikiran, Tingkatkan Kebajikan, Kehidupan menjadi Harmonis’.

Seperti tahun sebelumnya, peringatan Hari Raya Tri Suci Waisak 2013 juga dipusatkan di kawasan Candi Borobudur dan Candi Mendut, Magelang, Jawa Tengah. Ribuan pengunjung, baik lokal maupun mancanegara, memadati candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, ini. Kebanyakan pengunjung mengaku menanti ritual pelepasan seribu lampion, yang menjadi penanda berakhirnya prosesi Waisak tahun ini. Di negara dengan mayoritas penduduknya beragama Buddha prosesi ini berlangsung secara sakral, tertib, khitmat, dan tenang. Gue sedikit bingung dengan temen temen yang ngajak gue ke borobudur. Bukankah justru dengan kehadiran gue dan antek-antekya justru malah mengganggu prosesi ritual itu sendiri?

Agama Buddha di negara ini tergolong minoritas, yang seharusnya mendapat perlindungan lebih agar mendapat keadilan seperti mayoritas. Namun menurut gue upacara keagamaan yang berlangsung malah dijadikan bahan tontonan, atraksi wisata,konser,  mungkin gue bakalan kebanjiran order kalau jadi tukang foto disana. Fakta yang terjadi di lapangan Pukul 17.00 WIB, para biksu dari majelis-majelis yang sudah dua hari melakukan prosesi Waisak dari Candi Mendut ke Candi Borobudur sudah berkumpul di panggung pelataran.

Hujan turun, membuat suasana menjadi serba galau. para pengunjung mengembangkan payung selama menunggu acara dimulai. Hingga pukul 19.00, acara masih belum juga dimulai, padahal para biksu dan biksuni sudah berkumpul di panggung, siap untuk memanjatkan doa bersama. Upacara yang tertunda karena menunggu kedatangan Menteri Agama Suryadarma Ali (untung gak nungguu gue) ,bahkan penonton yang tidak sabar ingin menonton lampion terbang pun sempat meneriaki dengan kata “huuuu”

Kini prosesi Waisak di Borobudur memang  menjadi tontonan yang menghibur bahkan sepertinya Ironman 3 pun kalah menariknya . Nilai magis yang terkandung didalamnya telah berbaur dengan komersialisasi wisata. Pukul 20.00 WIB, akhirnya Menteri Agama datang. Kedatangannya disambut sorakan penonton yang kecewa. Sorakan ini juga terdengar saat Suryadarma membacakan sambutan dan saat pemuka agama Budha menyebutkan namanya. Saat sambutan dari pemuka agama Budha, pengunjung pun terdengar tak bisa tenang, gelisah, galau dan terdengar suara teriakan canda dan tawa dengan indahnya.

Begitulah potret negeri ini, minoritas seringkali menjadi bahan tontonan, lelucon. Sudah seharusnya pengunjung menghormati upacara keagamaan. Berikanlah kesempatan untuk mereka yang sedang beribadah, bukan malah menjadikan acara mereka untuk  kesenangan tersendiri. Mungkinkah perayaan Waisak, Borobudur hanya dibuka untuk umat Buddha yang merayakan perayaanya, dan pihak pihak yang berkepentingan? Gue misalnya.

2 komentar: